Perkembangan teknologi dan transformasi digital telah menjadi hal yang lumrah di kalangan Gen Z yang dimana mereka berposisi sebagai pelaku utama yang membentuk dinamika sosial yang baru. Gen Z sendiri adalah generasi yang lahir di antara tahun 1990-an hingga awal 2010-an. Kemunculan media sosial, Gen Z tidak hanya menjadi konsumen media belaka, tetapi juga menjadi pengaruh yang signifikan dalam perubahan sosial. Sebagai kelompok yang hidup di tengah lautan informasi yang tak terbatas, Generasi Z memiliki akses tak tertandingi ke berita, opini, dan pandangan dunia melalui platform media sosial yang semakin berkembang. Di tengah kekayaan informasi ini, muncul pertanyaan kritis: sejauh mana media sosial membentuk sikap sosial Generasi Z? Apakah mereka menunjukkan kecenderungan yang kritis terhadap isu-isu sosial atau malah terlihat apatis?
Dalam konteks ini, artikel ini bertujuan untuk merinci dampak media sosial pada sikap sosial Generasi Z. Seiring kemajuan teknologi dan keberlanjutan revolusi digital, penting bagi kita untuk memahami peran media sosial dalam membentuk cara pandang dan partisipasi sosial generasi yang akan membentuk masa depan. Mari kita telusuri apakah Generasi Z adalah kelompok yang kritis, bersikap apatis, atau mungkin keseimbangan yang rumit di antara keduanya.
1. Pengaruh Media Sosial
Media sosial berfungsi sebagai pusat kegiatan online bagi Generasi Z. Melalui platform seperti Instagram, Twitter, dan TikTok, mereka mendapatkan akses yang cepat dan luas terhadap berita, opini, dan gerakan sosial. Kehadiran mereka dalam dunia maya memungkinkan mereka tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga produsen dan penyebar konten. Dengan mekanisme berbagi, mereka dapat mengakses berita terkini seketika dan merespons isu-isu terkini. Media sosial juga memberikan panggung bagi mereka untuk menyuarakan opini dan bergabung dalam berbagai gerakan sosial.
Namun, pertanyaan yang muncul adalah sejauh mana media sosial membentuk sikap sosial Generasi Z? Meskipun memiliki akses yang luar biasa terhadap informasi, kompleksitas pemrosesan informasi dan dampak filter bubble juga menciptakan tantangan tersendiri. Identitas online yang mereka kembangkan melalui kurasi konten dan interaksi daring juga menciptakan narasi tentang nilai-nilai dan pandangan dunia mereka. Dengan demikian, meskipun media sosial memberikan keuntungan dalam akses informasi dan keterlibatan sosial, pertanyaan kritis tetap mengenai sejauh mana identitas online mereka mencerminkan sikap sosial yang autentik.
2. Kritis atau Apatis?
Sebagian orang bilang bahwa Gen Z memiliki sikap yang kritis terhadap masalah-masalah penting seperti ketidaksetaraan dan perubahan iklim. Tetapi ada juga yang berkata bahwa mereka adalah generasi yang apatis dan acuh terhadap kehidupan dan perubahan sosial serta mereka lebih memilih untuk sibuk dengan kehidupan nya sendiri.
Ada yang berpendapat bahwa Generasi Z, yang tumbuh di tengah-tengah perubahan yang cepat dan banyak paparan informasi dari media sosial, bisa jadi punya kepekaan tinggi terhadap masalah-masalah dunia. Mereka dianggap bisa jadi pemain kunci dalam membuat perubahan demi keadilan sosial. Tapi, di sisi lain, ada yang bilang bahwa karena mereka banyak terlibat di dunia online, mungkin jadi agak cuek atau males terlibat dalam masalah-masalah yang kompleks. Banyaknya informasi yang mereka terima, seringkali dalam bentuk yang singkat dan cepat, mungkin bikin mereka kurang tertarik untuk benar-benar terlibat dalam isu-isu yang ribet
Jadi, pertanyaannya sekarang, sebenarnya Generasi Z itu benar punya sikap kritis atau mungkin mereka adalah generasi yang apatis dan hanya sibuk di dunia maya? Jawabannya adalah itu semua bergantung pada konten yang dikonsumsi oleh Gen Z di media sosial, apabila mereka sering mengkonsumsi konten yang berkaitan dengan kesetaraan dan perubahan sosial dan disertai oleh gerakkan yang dilakukan secara massal, maka itu akan memicu semangat dan antusias mereka, bahkan dengan adanya media sosial, hal ini dapat mempercepat perubahan sosial dan kesetaraan sosial dapat terealisasikan dengan lebih cepat dan signifikan di seluruh dunia. Begitu juga sebaliknya, apabila konten yang dikonsumsi Gen Z di medsos adalah konten yang kurang bermutu dan hanya akan membuat mereka menjadi malas-malasan dan kecanduan medsos, itu akan menumbuhkan sikap apatis di dalam diri mereka.
3. Keterkaitan dengan Teori Agenda Setting
Teori Agenda Setting, yang dikembangkan oleh McCombs dan Shaw pada tahun 1968, menekankan bahwa media massa memiliki kemampuan untuk menentukan agenda atau memilih topik yang akan menjadi perhatian masyarakat dengan cara memilih berita atau isu tertentu untuk diberitakan. Dengan kata lain, media tidak hanya memberitakan realitas, tetapi juga membantu membentuk realitas yang dianggap penting oleh masyarakat.
Dalam artikel "Generasi Z dan Perkembangan Media: Gen Z Kritis atau Apatis?" teori Agenda Setting dapat diaplikasikan dengan melihat bagaimana media sosial memengaruhi fokus perbincangan dan perhatian Generasi Z terhadap isu-isu sosial. Platform media sosial memberikan kekuatan pada Generasi Z untuk memilih isu-isu yang dianggap penting dan layak untuk dibahas.
Melalui kemampuan berbagi informasi secara cepat dan luas, media sosial menciptakan agenda virtual yang mempengaruhi pandangan dan sikap sosial Generasi Z. Apa yang dipilih untuk dibagikan, disukai, atau di-retweet oleh mereka dapat membentuk agenda yang mencerminkan perhatian dan prioritas tertentu. Misalnya, jika isu lingkungan mendapat perhatian besar di media sosial, Generasi Z mungkin lebih cenderung menjadi kritis terhadap masalah tersebut.
4. Simpulan
Sikap kritis atau apatis yang dimiliki Gen Z itu dapat terjadi tergantung dengan konten yang dikonsumsi oleh mereka, apabila konten yang mereka konsumsi adalah konten yang bermutu, itu akan menimbulkan sikap kritis pada mereka, sedangkan apabila konten yang dikonsumsi adalah konten yang tidak bermutu, itu hanya akan menimbulkan sikap apatis serta kecanduan pada sosmed bagi mereka.
No comments:
Post a Comment